Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Pelajaran yang Baru Saya Tahu Setelah Berinvestasi Saham

Dulu saya pikir saham bisa membuat saya kaya dengan mudah, tetapi setelah terjun langsung, saya berubah pikiran.

Pertumbuhan investor ritel di pasar saham selama pandemi Covid-19 tergolong cukup pesat. Seperti dikutip dari bisnis.com, jumlah investor di pasar modal bertambah hingga 2,3 juta selama pandemi, sehingga menjadi 6,1 juta investor. Jumlah ini didominasi oleh Gen X dan Gen Y dengan rentang usia 18 – 26 tahun.

IHSG yang sempat drop parah di Maret 2020 dan menyentuh level 3900an, kembali pulih dengan cepat di akhir tahun 2020 ke level 6000an lagi. Memberikan gain gila-gilaan kepada para investor yang baru terjun ke pasar saham saat pandemi. Investor Coronials sebutannya, diambil dari kata corona dan millennials.

Berinventasi ketika Maret – Desember 2020 begitu mudahnya. Beli saham apapun bahkan tanpa analisa, dijamin pasti naik dan cuan.

Tapi.. begitu ekonomi mulai pulih pasca pandemi, bursa saham tak semenarik saat krisis di 2020 lalu. Saham-saham tak lagi naik gila-gilaan. Pergerakannya kembali normal seperti sebelum pandemi. Investor harus melakukan analisa mendalam untuk mendapatkan saham yang berpotensi naik dan menghasilkan cuan.

Inilah realita sesungguhnya di pasar saham, yang hanya bisa dirasakan setelah terjun langsung dan berinvestasi. So, inilah 5 Pelajaran yang Baru Saya Tahu Setelah Berinvestasi Saham..


1. Saham tidak membuat cepat kaya

“Pasar saham adalah alat untuk mentransfer uang dari pihak yang tidak sabar ke pihak yang sabar” – Warren Buffet

Warren Buffet mendapatkan >90% kekayaannya saat berusia 60 tahun dan masih terus aktif berinvestasi sampai sekarang di usia 91 tahun. Jika saja buffet memutuskan berhenti berinvestasi saat usia 60 untuk bermain golf dan menghabiskan waktu bersama cucu-cucunya, dengan tingkat return investasi yang sama (22% per tahun), maka kekayaan buffet sekarang bukan USD 81 Miliar melainkan hanya USD 11,9 Juta atau 99,9 persen kurang dari kekayaan bersihnya saat ini.

Itulah kekuatan kesabaran, the power of compounding.

Jim Simons, pendiri hedge fund Renaissance Technologies, menghasilkan imbal hasil investasi (return) sebesar 66% setiap tahun sejak 1988. Namun kekayaan bersih Simons hanya sekitar USD 23 miliar. Simmons 72 persen kurang kaya dari Buffett, padahal Buffet hanya menghasilkan return 22% per tahun, sepertiga dari return investasi Simons. Apa yang membedakan Simons dan Buffet?

Itu karena Simons tidak berinvestasi sampai berusia 50 tahun. Ia tidak memanfaatkan kekuatan kesabaran dan the power of compounding.

Pasar saham bukan tempat untuk kaya cepat, tetapi untuk menjadi kaya dalam jangka panjang dan penuh kesabaran. “Nobody wants to get rich slow” – Warren Buffet.

Pelajaran pertama : Tidak masalah sesekali mengalami kerugian, asalkan tidak exit dan berhenti berinvestasi. Tetap sabar dan manfaatkan the power of compounding. Petik hasilnya beberapa puluh tahun kemudian.

2. Modal yang utama, bukan gain (%)

% gain yang besar akan menjadi sia-sia jika modal yang digunakan untuk membeli suatu saham hanya sedikit.

Saya pernah mendapatkan gain sebesar 184% dari saham RUNS tetapi total profit yang saya terima hanya 984 ribu. Sebaliknya saya pernah mendapatkan profit 6 juta dari saham UVCR padahal gain yang saya dapatkan hanya 38%. Perbedaannya ada di modal / capital yang saya gunakan.

Saya hanya memiliki sedikit lot saham RUNS dari E-IPO dan tidak menambah porsi kepemilikan, sedangkan saham UVCR saya membelinya dengan lot cukup banyak dan rutin melakukan penambahan porsi (average up).

Pelajaran kedua : Modal yang banyak dengan rutin top up rekening efek (RDN) jauh lebih penting daripada performance investasi. Kalau modalnya masih sedikit (< 100 juta) lebih baik mencari side hustle atau another source of income untuk memperbesar modal agar performance (% gain) investasi lebih berasa.

3. 80% Psikologi – 20% Teknik

Pernah dengar Hukum Pareto?

Hukum Pareto atau yang juga dikenal sebagai aturan 80-20 adalah hukum yang menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% hasil disebabkan oleh 20% sebab. Dalam saham, keberhasilan investasi lebih banyak ditentukan oleh psikologi daripada teknik analisa.

Teknik analisa saham bisa dipelajari dan banyak sekali macamnya. Ada fundamental, teknikal, bandarmology, dan banyak lainnya.

Tetapi psikologi trading/investasi tidak dapat dipelajari, ia hanya dapat dilatih seiring dengan semakin banyaknya jam terbang di pasar saham.

Psikologi memainkan peran saat saham yang kita beli mengalami koreksi/turun. -10% -20% -30%, apakah kita akan panik dan menjual sahamnya tanpa berpikir panjang, atau kita tetap membiarkannya karena tau perusahaannya masih baik-baik saja. Itu psikologi.

Pelajaran ketiga : Psikologi tidak bisa dipelajari dari orang lain padahal memainkan peran penting dalam investasi. Latih terus!

4. Don’t compare your progress with others

“Hidupmu baik-baik saja, sampai kamu mulai membandingkan” Quote diatas berlaku juga dalam investasi saham. Tidak penting berapa % gain orang lain, tidak penting berapa juta profit orang lain, yang terpenting adalah progress kita.

Sudah sejauh apa kita berkembang sejak pertama kali terjun ke saham. Itu yang terpenting.

Saya sendiri berinvestasi di saham sejak tahun 2019. Tahun pertama (2019) return investasi saya -6%, rugi. Tahun kedua (2020) terjadi krisis karena corona dan bursa drop parah, return investasi saya -0,4%, lebih baik dari IHSG tetapi tetap rugi.

Baru di tahun ketiga (2021) saya mulai membukukan profit. Per Oktober 2021, return investasi saya 11,34%, lebih tinggi dari IHSG sebesar 9,12%. 

I’m make progress and I’m proud of it.

Pelajaran keempat : I am not in competition with anyone but myself. My goal is to improve myself continuously.

5. Keep Learning or Dying

Albert Einsten pernah berkata “Once you stop learning, you start dying”. Tidak ada yang permanen kecuali perubahan, termasuk ilmu saham. Ilmu analisa saham itu dinamis, terus berubah seiring dengan perkembangan zaman.

Saya merasakannya sendiri, analisa yang biasa saya gunakan di pasar saham sebelum corona tidak bekerja ketika corona menyerang dan ekonomi tertekan. Biasanya saya mengkombinasikan analisa fundamental dan teknikal, namun saat corona dan ekonomi terdampak, saya justru mendapatkan profit lebih banyak dengan menggabungkan analisa bandarmology dan teknikal.

Apa jadinya jika saya berhenti belajar di analisa fundamental saja? Atau di analisa teknikal saja?

So, pelajaran kelima : Jangan pernah berhenti belajar! Belajarlah sejak dari buaian hingga ke liang lahat. Sejatinya belajar bukanlah tujuan melainkan perjalanan, maka nikmatilah!

Itulah 5 Pelajaran yang Baru Saya Tahu Setelah Berinvestasi Saham, semoga bermanfaat ya..

Kamu belum berinvestasi? Kenapa?

Semua instrumen investasi pasti ada resikonya kok, tugas kita bukan menghindari resiko tetapi me-manage resiko itu. 

Yuk mulai berinvestasi untuk masa depan yang lebih baik!

 

2 comments for "5 Pelajaran yang Baru Saya Tahu Setelah Berinvestasi Saham"

  1. Mantab mass,… semoga selalu menginspirasi dan berbagi ilmu mas
    Happy cuan

    ReplyDelete